Rezim Devisa Bebas Penyebab Anjloknya Rupiah
JAKARTA - Pemerintah didesak untuk mengkaji kembali
Undang-Undang Devisa Bebas. Mengingat beleid yang membebaskan lalu
lintas devisa valuta asing ini, membuat ekonomi nasional rentan gejolak
dan terjadi volatilitas kurs Rupiah.
?"Melihat kondisi ekonomi bangsa, saat ini yang harus coba direformasi adalah UU Nomor 24 Tahun 1999 soal devisa bebas," kata Ketua Umum Asosiasi Pedagang Valuta Asing (APVA) Muhamad Idrus di Jakarta.
"UU tersebut membuat ekonomi kita rentan sekali dengan gejolak ekonomi global. Krisis yang terjadi membuat Rupiah kita mudah goyang dalam enam bulan saja," tambah dia.
?Sebagai pedagang, dia bersama 500 anggota APVA mungkin bisa mengail untung lebih dari gejolak Rupiah. Jika di kondisi normal, spread (selisih) kurs yang diraih para pedagang valas hanya sebesar 10 sampai 30 poin, di kondisi saat ini dengan fluktuasi yang tinggi, para pedagang bisa mengambil spread hingga 300 poin.?
?"Bagi kami pedagang mau Rupiah berapa aja enggak masalah. Tapi secara moral lebih baik stabil," katanya.?
?Sejauh ini, perdagangan valas di Indonesia sangat terpengaruh oleh kondisi Amerika serikat yang menjadi sentral perdagangan valas paling tinggi di dunia.
"Kita hanya kecil sekali, cuma USD3,1 miliar (0,45 persen transaksi dunia) per hari, dibanding Singapura saja jauh, mereka bisa USD34 miliar per hari," serunya.?
?Sebagai warga negara ia mengaku merasa terusik dengan kondisi saat ini. Dengan pengalamannya berdagang valas, ia meyakini lalu lintas devisa saat ini memang perlu diperbaiki dengan mengubah UU yang ada.? "Sejak kita menganut devisa bebas, gejolak rupiah itu siklusnya lima tahun sekali," katanya.
"Gejolak rupiah terjadi di 2003, 2008 lalu di 2013 ini, semuanya terkait resesi global. Makanya tak heran jika di awal Januari tahun ini Rupiah masih di Rp9.600 per USD saat ini menjadi Rp12.000 per USD. India yang terderpresiasi 18 persen sudah dibilang dalam, kita lebih dalam," kata Idrus.?
??Kebijakan rezim devisa bebas juga dinilai kurang produktif terhadap pengelolaan cadangan devisa dari hasil ekspor dalam negeri. "Eksportir sebenarnya juga enggak untung-untung banget dengan depresiasi Rupiah" pungkasnya. (Arief Sinaga /Sindoradio/)
sumber : http://economy.okezone.com
Ilustrasi. (Foto: Reuters)
?"Melihat kondisi ekonomi bangsa, saat ini yang harus coba direformasi adalah UU Nomor 24 Tahun 1999 soal devisa bebas," kata Ketua Umum Asosiasi Pedagang Valuta Asing (APVA) Muhamad Idrus di Jakarta.
"UU tersebut membuat ekonomi kita rentan sekali dengan gejolak ekonomi global. Krisis yang terjadi membuat Rupiah kita mudah goyang dalam enam bulan saja," tambah dia.
?Sebagai pedagang, dia bersama 500 anggota APVA mungkin bisa mengail untung lebih dari gejolak Rupiah. Jika di kondisi normal, spread (selisih) kurs yang diraih para pedagang valas hanya sebesar 10 sampai 30 poin, di kondisi saat ini dengan fluktuasi yang tinggi, para pedagang bisa mengambil spread hingga 300 poin.?
?"Bagi kami pedagang mau Rupiah berapa aja enggak masalah. Tapi secara moral lebih baik stabil," katanya.?
?Sejauh ini, perdagangan valas di Indonesia sangat terpengaruh oleh kondisi Amerika serikat yang menjadi sentral perdagangan valas paling tinggi di dunia.
"Kita hanya kecil sekali, cuma USD3,1 miliar (0,45 persen transaksi dunia) per hari, dibanding Singapura saja jauh, mereka bisa USD34 miliar per hari," serunya.?
?Sebagai warga negara ia mengaku merasa terusik dengan kondisi saat ini. Dengan pengalamannya berdagang valas, ia meyakini lalu lintas devisa saat ini memang perlu diperbaiki dengan mengubah UU yang ada.? "Sejak kita menganut devisa bebas, gejolak rupiah itu siklusnya lima tahun sekali," katanya.
"Gejolak rupiah terjadi di 2003, 2008 lalu di 2013 ini, semuanya terkait resesi global. Makanya tak heran jika di awal Januari tahun ini Rupiah masih di Rp9.600 per USD saat ini menjadi Rp12.000 per USD. India yang terderpresiasi 18 persen sudah dibilang dalam, kita lebih dalam," kata Idrus.?
??Kebijakan rezim devisa bebas juga dinilai kurang produktif terhadap pengelolaan cadangan devisa dari hasil ekspor dalam negeri. "Eksportir sebenarnya juga enggak untung-untung banget dengan depresiasi Rupiah" pungkasnya. (Arief Sinaga /Sindoradio/)
sumber : http://economy.okezone.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar